Keisya berfoto bersama dengan Sekertaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Firdaus Sukmo Utomo dan Kedua orang tuanya. |
Hal ini disampaikan Kepala SDIT Az Zahra Nur Hidayah. Bukan tanpa alasan, Keisya mengikuti pelatihan khusus dari sekolah agar lebih mantap dalam menghadapi lomba.
Tidak hanya itu, Keisya juga mengikuti les bahasa Inggris untuk melancarkan bahasa inggrisnya ketika lomba.
Keisya kepada Tribunjateng.com menceritakan awal mula dirinya mulai mengikuti seleksi dari sekolah sejak dirinya duduk di kelas tiga.
"Pertama diseleksi dulu, semua kelas tiga waktu itu mengikuti tes seleksi. Nilai saya lulus semua 95 untuk IPA dan 75 untuk matematika," terang Keisya, Selasa (3/12/2019).
Memasuki kelas 4 dan dengan seleksi tinggalan Keisya dan satu temannya yang lanjut ke tingkat kecamatan waktu kelas 5.
Keisya anak tunggal dari pasangan Wahyu Dwi Prabowo (41) dan Adini (38) warga Tegalsari Asri Blok E No 8 Kecamatan Sragen Kulon itu lolos ditingkat kecamatan, kabupaten, provinsi hingga nasional.
Sebelum ke IMSO, Keisya bersaing dengan 29 anak lain mengikuti tiga tahap seleksi dan diambil 21 anak. Sebanyak 21 anak tersebut maju ke IMSO terbagi menjadi dua tim, IPA dan Matematika.
Keisya masuk tim IPA dengan perolehan total enam perak dan enam perunggu. Sedangkan matematika meraih lima perak dan lima perunggu.
"Pesaing terberat itu ya China, Singapura, Vietnam, India. Mereka yang meraih emas," kata Keisya.
Keisya mengaku lebih sulit menterjemahkan soal-soal daripada mengerjakan soal IPA. "Menterjemahkan soal-nya sulit karena ga boleh bawa kamus, kadang kan ada bahasa latin yang ga tau" kata dia.
Keisya berangkat pada (26/11/2019) dan pulang Minggu (1/12/2019). Di sana Keisya mengikuti tes selama dua hari, hari pertama mengerjakan pilihan ganda uraian dan isian singkat.
Hari kedua mengerjakan soal essai, experimen biologi dan fisika. "Kalo fisika mengukur tegangan minimal untuk menghidupkan lampu LED kalo biologinya klasifikasi cangkang binatang laut," terang Keisya.
Ketika di Vietnam Keisya juga sempat mencicipi makanan khas Vietnam, yaitu Pho mie beras dengan kaldu sapi.
"Makan Pho disana semacam mie, tapi tetep enak mie ayam," kata Keisya sambil bergurau.
Keisya yang bercita-cita menjadi seorang dokter jiwa tersebut mengaku hanya belajar selama satu jam dalam sehari diluar jam sekolah.
Setelah lulus dari SDIT Az Zahra, Keisya ingin melanjutkan pendidikannya di SMP Semesta Semarang.
Sementara itu, sang ibu Adini mengaku tidak pernah memaksa Keisya untuk mengikuti perlombaan itu. Dirinya dan suami hanya mendukung apapun yang dilakukan Keisya.
"Kami dukung saja, semua sesuai keinginan dan minat anak. Kalo dari kami menyuport dengan mendatangkan guru les bahasa agar bahasa Inggrisnya lancar," kata Adini.
Tidak hanya mengikuti lomba itu saja, Adini mengaku anaknya hampir mengikuti ratusan perlombaan dengan bidang yang sama.
Ketika di Vietnam Keisya juga sempat mencicipi makanan khas Vietnam, yaitu Pho mie beras dengan kaldu sapi.
"Makan Pho disana semacam mie, tapi tetep enak mie ayam," kata Keisya sambil bergurau.
Keisya yang bercita-cita menjadi seorang dokter jiwa tersebut mengaku hanya belajar selama satu jam dalam sehari diluar jam sekolah.
Setelah lulus dari SDIT Az Zahra, Keisya ingin melanjutkan pendidikannya di SMP Semesta Semarang.
Sementara itu, sang ibu Adini mengaku tidak pernah memaksa Keisya untuk mengikuti perlombaan itu. Dirinya dan suami hanya mendukung apapun yang dilakukan Keisya.
"Kami dukung saja, semua sesuai keinginan dan minat anak. Kalo dari kami menyuport dengan mendatangkan guru les bahasa agar bahasa Inggrisnya lancar," kata Adini.
Tidak hanya mengikuti lomba itu saja, Adini mengaku anaknya hampir mengikuti ratusan perlombaan dengan bidang yang sama.
Mengobati rasa rindunya Adini diberi waktu khusus untuk sekedar mengobrol hingga video call dengan anaknya.
Adini mengaku Keisya juga sudah ditawari untuk mengikuti Kompetisi Sains Nalaria Realistik (KSNR) tahun depan dan langsung masuk semifinal.
sumber: jateng.tribunnews.com
0 komentar :
Posting Komentar