Metode mendidik anak dalam ajaran Islam sebenarnya tidak banyak mengalami perubahan. Dari sejak zaman Nabi Muhammad dan sampai Kiamat sekali pun. Mengapa saya katakan demikian? Karena kita sesungguhnya hidup di zaman yang sama, yaitu zaman akhir. Rasul junjungan kita pun sudah menegaskan bahwa beliau adalah Rasul akhirnya zaman. Diutusnya beliau adalah juga merupakan salah satu tanda bahwa zaman hampir finish. Sehingga apa saja yang akan kita wariskan kepada anak-anak kita berupa pendidikan adalah sama dengan apa yang dulu kita dapatkan dari orangtua kita.
Kata kunci yang dapat kita pegang dalam mendidik anak dalam kurun ini adalah hadits Nabi SAW tentang fitnah akhir zaman yang akan menimpa ummat beliau. Ada banyak riwayat yang menerangkan tentang peringatan Rasûlullâh akan datangnya beberapa fitnah di akhir zaman. Tugas kita selaku orang tua maupun pendidik adalah memberi bekal agar generasi yang akan datang mampu menghadapi fitnah-fitnah tersebut. Dan bekal-bekal tersebut (yang kesemuanya sudah disampaikan oleh Nabi SAW) sudah pula diajarkan oleh guru-guru kita dan juga orangtua kita dulu.
Dari kata kunci tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa apa pun generasi yang ada dan dengan bentuk seperti apa pun mestinya harus tunduk dengan ajaran Islam. Singkatnya, zamanlah yang harus tunduk kepada ajaran Islam, bukan ajaran Islam yang direvisi demi mengadopsi perubahan zaman. Kata almarhum ustadz Zainuddin MZ: “Dimana-mana kayu harus mengikuti meteran, jika kayu kepanjangan maka kayu harus dipotong. Jadi bukan meteran yang mengikuti kayu, sehingga jika kayu tidak sesuai justru meteran yang dipotong.”
Demikian pula dengan istilah Kids Zaman Now yang sedang populer ini. Istilah ini akan menjadi aneh ketika dimaknai bahwa kita harus merubah konten pendidikan yang akan kita ajarkan kepada anak-anak kita karena mengikuti tren mereka atau mengikuti nilai-nilai yang sedang merambah generasi muda ini. Seolah kita harus tunduk dan menundukkan ajaran Islam demi menerima generasi kids zaman now tersebut. Namun istilah tersebut tidak menjadi masalah jika yang kita modifikasi adalah metodenya saja. Ini perlu kita tekankan karena banyak masyarakat yang menganggap bahwa dikarenakan generasi Kids Zaman Now ini maka nilai-nilai harus berubah. Ini tidak benar.
Misalnya, pacaran. Sejak zaman dulu sampai zaman kapan pun akan tetap haram hukumnya karena pacaran itu adalah perbuatan yang mendekati zina. Maka, aktivitas apa pun yang mendekati zina dilarang dalam Islam. Jangan karena alasan Kids Zaman Now lalu pacaran menjadi halal. Inilah yang tidak dimengerti oleh sebagian orangtua maupun pendidik. Sehingga mereka pun memberikan lampu hijau pada aktivitas ini. Jamak kali kita dengar kalimat: “Sudahlah, biarkanlah mereka. Maklum anak zaman sekarang!”, atau kalimat: “Ah, bapak-ibu seperti tidak pernah mengalami masa muda saja”. Hal ini tentu saja tidak bisa kita biarkan.
Zaman boleh berubah, tetapi ajaran Islam dan nilai-nilai luhurnya harus tetap sama persis. Bukankah al-Qur’an yang kita baca sekarang juga masih sama dengan al-Qur’an yang diturunkan di zaman nabi dulu? Demikian pula cara kita menafsirkan al-Qur’an mestinya juga tidak jauh beda dengan bagaimana yang dipahami oleh Rasul dan para shahabat zaman dulu. Ayat-ayat yang terbuka penafsirannya adalah ayat-ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengapa? Karena ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berubah dan berkembang.
Nah, metode pendidikan yang kita terapkan kepada anak-anak kita mestinya juga mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kids zaman now adalah generasi yang sangat akrab dengan gadget. Mereka tidak pernah lepas dan berpisah sedetik pun dengan benda modern ini. Nah, kita sebagai orangtua maupun pendidik bertugas mengarahkan penggunaan gadget tersebut untuk hal-hal yang bermanfaat dan bernilai.
Gadget adalah sekedar alat. Sesuai dengan kaidah usul fiqh, bahwa sebuah alat tidak bisa dihukumi halal atau haram. Yang halal atau haram adalah penggunaannya. Sebilah pisau jika dipakai untuk memasak maka hukumnya halal, tetapi jika dipakai untuk membunuh tanpa haq maka haram hukumnya. Demikian pula dengan gadget; jika hanya dipakai untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan melalaikan maka hukumnya makruh. Jika dipakai untuk bermaksiat maka haram hukumnya. Namun jika dipakai untuk menyebarkan kebaikan dan nilai-nilai Islam maka halal hukumnya.
Oleh karena itu, kita selaku orangtua atau pendidik tidak bisa mengasingkan gadget ini dari anak-anak kita. Orangtua atau pendidik justru harus mengenalkan perangkat modern ini kepada mereka, tentu saja plus kegunaan positif yang dapat kita ajarkan kepada mereka. Menjauhkan gadget dari anak-anak bukanlah solusi. Hal ini justru lebih berbahaya karena mereka akan mengenal gadget dari teman-teman mereka. Ya kalau kebetulan mereka bertemu dengan teman yang baik. Jika mereka bertemu dengan teman yang salah, maka petakalah yang akan terjadi.
Kids Zaman Semono
Jika saat ini sedang populer dengan istilah kids zaman now, maka sebenarnya ada generasi lain yang perlu mendapat perhatian kita, yaitu generasi zaman dulu, saya menyebutnya dengan istilah kids zaman semono[1]. Dimana zaman itu masih “lebih bersih” dari zaman sekarang. Merekalah yang saat ini telah menjadi orangtua dan para pendidik yang sedang diuji untuk mengarahkan anak-anak mereka yaitu kids zaman now.
Perbedaan mendasar kedua zaman itu adalah pada perubahan kecanggihan teknologi. Misalnya perubahan atau perkembangan teknologi handphone. Dulu, HP hanya berfungsi untuk SMS dan telepon saja. Namun sekarang HP sudah memiliki fungsi yang sangat beragam. Dulu untuk bersosial atau berhubungan dengan orang lain kita harus menempuh jarak yang kadang melelahkan. Namun sekarang kita bisa berkomunikasi jarak jauh plus dapat melihat penampakan lawan bicara kita lewat video call.
Melihat perbedaan teknologi itu maka kids zaman semono harus mampu mengikuti perkembangan yang ada. Mereka tidak boleh gaptek (gagap teknologi). Mereka harus up to date agar tidak mudah dikibuli oleh anak-anak mereka. Jika kids zaman now akrab dengan media sosial semisal twitter, whatsapp, instagram, facebook, dan lain-lain maka kids zaman semono pun mau tak mau harus mengikuti itu.
Bagaimana kita bisa mengecek akhlaq anak-anak kita di media sosial jika kita sendiri tidak memiliki akun media sosial? Bagaimana kita bisa mengarahkan penggunaan gadget jika kita sendiri gagap teknologi? Maka kita musti belajar banyak tentang perkembangan teknologi. Kita tidak boleh kalah dengan anak-anak kita dalam memanfaatkan teknologi. Syukur-syukur jika kita lebih pandai dan lebih mahir dari mereka, sehingga kita menjadi rujukan atau tempat bertanya anak-anak kita.
Jadi meskipun kita adalah generasi kids zaman semono tetapi kita tetap mampu hidup dan bersaing di zaman kids zaman now. Ringkasnya, kita harus mampu menjalani kehidupan dengan tetap menjalankan nilai-nilai Islam meskipun zaman berubah pesat. Dalam bahasa agamanya, Islam itu shalih likulli zamanin wa makanin. Islam itu cocok untuk zaman seperti apa pun dan tempat seperti apa pun jua. @muhsinsunym
0 komentar :
Posting Komentar